KALTIM - Pasca memperingati Hari Ulang Tahun RI, Kampus Universitas Balikpapan (UNIBA) lakukan dialog akademik pemikiran kritis, Kamis (18/8/2022).
Hadir dalam undangan dialog akademik tersebut narasumber utama yakni pakar filsapat yang terkenal pokal melonntarkan kritik-kritik tajamnya atas ketimpangan kebijakan yakni Roky Gerung.
Di hadapan civitas akademika UNIBA, Roky yang terkenal tajam dalam narasi dan argumentasinya, mempertanyakan akan makna jargon “NKRI Harga Mati” yang sering diucap sejak 77 tahun Indonesia merdeka.
Menurut Rocky, Indonesia yang merupakan daerah kepulauan ini terlalu besar untuk jadi sebuah negara yang dipimpin secara terpusat.
Sehingga bila dibuat suatu negara-negara kecil di dalam kepemerintahan Indonesia, tentu akan menambah kesejahteraan dan keadilan yang merata bagi masyarakat indonesia.
“Ya bisa semacam persemakmuran Indonesia. Di dalamnya ada negeri Kaltim merdeka, ada Riau, ada Aceh dan ada Papua. Kan semua itu adalah potensi untuk menghasilkan kembali keadilan, ” tuturnya dalam Diskusi yang mengangkat tema Kaltim Berdaulat : Dulu, Kini Dan Masa Depan.
Gagasan itu, lanjut Rocky, muncul karena selama ini ada ketidakadilan pembangunan. Sehingga ada keinginan dari provinsi-provinsi yang terdorong memerdekakan diri. Seperti Papua, Aceh, dan juga Riau yang belakangan menuntut agar kebijakan otonomi daerah bisa dilaksanakan semaksimal mungkin.
“Kita tentu tidak berupaya melihat kemungkinan, bahwa kalau negara ini dibuat negara yang kecil-kecil, kita lebih bahagia. Sama seperti Amerika dan Persemakmuran Inggris, ” terang dia.
Tapi keputusan politik Presiden Joko Widodo yang memindahkan ibu kota negara ke wilayah Kaltim. Saat ini, semua pemberitaan mengenai kegiatan pemindahan IKN ke sebagian wilayah Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara (Kukar), haruslah sama.
Dan semua kampus di Kalimantan, juga harus menyuarakan hal sama pula. Yaitu, mendukung kebijakan pemindahan Ibu Kota Negara ke Kaltim. Padahal menurutnya, banyak dosen yang merasa ragu dengan kebijakan politik tersebut.
“Sebagai akademisi, keputusan politik yang menyangkut hajat hidup orang banyak, harus dimulai dengan amdal. Sehingga amdal dulu, baru keputusan politik. Tapi yang terjadi di IKN, Presiden memutuskan untuk memindahkan ibu kota. Lalu kampus-kampus diminta menyusun amdal". Ungkap Roky.
Sikap kebijakan ini dianggap Roky, sama seperti halnya naruh gerobak di depan kuda. Yang justru akan membuat perintah gerak enggak bakal berjalan maksimal.
Diwaktu yang sama Rektor Uniba Isradi Zainal turut menanggapi pernyataan yang disampaikan Rocky Gerung. Meski ia pun mendukung kritik Rocky Gerung mengenai belum adanya amdal.
Baca juga:
Bakamla RI Resmi Tutup Pelatihan ICS
|
Menurutnya, apabila sebuah rencana pembangunan tidak memiliki amdal, kegiatan pembangunan tersebut semestinya tidak layak untuk dilaksanakan.
Meski dilain hal ia menilai, rencana pemindahan ibu kota negara ke Kaltim memiliki manfaat besar. Hingga ia lebih melihat keberadaan ibu kota negara baru di Kaltim dari perspektif kemanfaatan.
Secara Hipotesis setelah rencana pemindahan ibu kota negara diumumkan Presiden Joko Widodo pada 26 Agustus 2019 lalu, geliat pembangunan infrastruktur dimulai. Terutama infrastruktur jalan dari Km 38 Samboja, Kukar menuju Sepaku, PPU langsung dibangun. Padahal, sebelumnya jalan tersebut merupakan non-status dan kondisinya sangat memprihatinkan.
“Saya tidak berfikir jauh. Yang saya pikir adalah perspektif manfaatnya, seperti pasca pembangunan, Jembatan Pulau Balang turut diselesaikan dan juga Bendungan Sepaku-Semoi dapat terbangun". Tuturnya
Kritik atas kebijakan pemindahan ibu kota negara ke Kaltim, tetap akan Isradi tampung agar ntelanjutnya bisa dicarikan solusi melalui kajian, agar kegiatan pemindahan ibu kota yang dimulai pada 2024 bisa berjalan baik. Terangnya mengahiri.